Disusun oleh :
Bimo Rintoko, drg., Sp.Pros
a. Zaman
Penjajahan Belanda (tahun 1928-1942)
Pendidikan dokter gigi di Indonesia mulai sejak pemerintahan
kolonial Belanda, pada bulan September 1928 dengan didirikannya “STOVIT” (School Tot Opleiding Van
Indische Tandartsen) di Surabaya. Lamanya pendidikan dokter gigi ini 5
tahun, dan yang diterima sebagai mahasiswanya adalah lulusan Sekolah
Menengah Pertama pada zaman kolonial
Belanda di Indonesia / Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
(MULO) dan sekolah lanjutan tingkat menengah pada zaman
Hindia Belanda untuk orang Belanda, Eropa atau elite pribumi
dengan bahasa pengantar bahasa Belanda
/ Hogere Burger School (HBS) (3 tahun). Penerimaan mahasiswa
didasarkan atas penilaian angka-angka ilmu alam, matematika dan ilmu hayat, dan
juga berasal dari keturunan orang-orang baik, dalam arti mereka yang dianggap
setia kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Lulusan STOVIT dapat melanjutkan studinya ke Tandheelkundig Instituut di
Utrecht Nederland, tanpa ujian dan mencapai gelar Tandarts, yang dianggap telah mencapai tingkatan sepadan dengan
Dokter Gigi Belanda. Seluruh kurikulum disesuaikan dengan kurikulum di Utrecht
dengan tambahan Fisika, Kimia, Matematika, Botani, Zoologi, Bahasa Latin dan
Bahasa Jerman, oleh karena hampir semua buku-buku pelajaran diambil dari bahasa
Jerman.
Pemerintahan Hindia Belanda, tidak mendirikan STOVIT untuk
memberi perawatan secara menyeluruh kepada rakyat banyak, oleh karena de
Dienst der Volksgezondheid (Jawatan Kesehatan) tidak mempunyai Dinas
Kesehatan Gigi. Pelayanan pasien-pasien penyakit gigi yang terdapat di
Indonesia dilakukan di CBZ (Central Burgerlijk Ziekenhuis) Jakarta, dimana
terdapat seorang dokter gigi; serta CBZ di Surabaya. Pelayanan kesehatan gigi
yang dilakukan antara lain: pencabutan, penambalan, pembedahan, pemasangan gigi
tiruan, dan meratakan gigi (orthodonti). Tindakan pembedahan yang dilakukan
adalah bedah minor dan bedah mayor, untuk itu dibutuhkan fasilitas rawat inap.
b. Zaman
Penjajahan Jepang (tahun 1942-1945)
Pada saat pecahnya perang dunia ke-II, dan negeri Belanda
diduduki oleh Jerman, berimbas juga di Indonesia yang ditandai dengan
pendudukan oleh bala tentara Jepang pada tahun 1942. Penjajahan Jepang walaupun
berlangsung singkat menimbulkan penderitaan
rakyat dimana-mana, namun ada sisi positif bagi dunia kedokteran gigi yaitu
naiknya orang-orang Indonesia menduduki jabatan yang ditinggalkan oleh Belanda.
Dalam rangka membangun negara
dan dengan slogan kemakmuran bersama di Asia Raya. Pendidikan kedokteran gigi
pada zaman pendudukan Jepang kemudian diganti namanya. STOVIT dibubarkan dan
diganti dengan nama IKA DAIGAKU SHIKA IGAKUBU dalam tahun 1943, dengan
guru-guru besar bangsa Jepang. Lamanya pendidikan adalah 3 tahun, dan yang
dapat diterima sebagai mahasiswanya adalah lulusan sekolah Menengah 5- 6 tahun
yaitu dari AMS (singkatan dari bahasa Belanda Algeme(e)ne Middelbare School) adalah Sekolah Menengah Atas pada zaman kolonial Belanda di Indonesia), atau SMT (sekolah menengah atas pada masa pendudukan Jepang disebut dengan Sekolah Menengah Tinggi (SMT), atau HBS Pada waktu itu mahasiswa-mahasiswa bekas STOVIT
dipanggil kembali dan harus belajar bahasa Jepang, supaya dapat mengikuti
kuliah-kuliah dalam bahasa Jepang.
Sementara itu mahasiswa baru
yang diterima diharuskan memilih jurusan kedokteran gigi, walaupun mereka
mendaftarkan diri pada sekolah insinyur atau olah raga.
Shika Daigaku tidak pernah meluluskan
mahasiswa didikannya selama pendudukan, akan tetapi mahasiswa-mahasiswa yang
diterima dalam zaman Jepang akhirnya akan menyelesaikan studinya di Malang dan
Jogja. Dua belas mahasiswa yang lulus dalam masa pendudukan Jepang adalah bekas
murid STOVIT.
c. Zaman Republik
Indonesia Serikat / R.I.S. ( tahun 1945-1950)
Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Kota Surabaya kemudian diduduki kembali oleh Tentara Sekutu (
Belanda dan Inggris) Pendidikan dokter gigi, kemudian dipindahkan ke Malang
yang dipimpin oleh Prof. drg. Indrojono dan Dr. Eggink. Tidak lama kemudian
kota Malang pun diserbu oleh Belanda.
Mahasiswa-mahasiswa kedokteran gigi kemudian pindah lagi ke
Solo. Tahun 1946, Sekolah Kedokteran Gigi digabungkan dengan Sekolah
Kedokteran, yang didirikan di Klaten dengan pimpinan Prof. Dr. Sardjito. Untuk
jurusan kedokteran gigi dipimpin oleh drg. Soedomo. Setelah itu pendidikan
kedokteran gigi dimasukkan ke dalam lingkungan Universitas Gajah Mada
digabungkan dengan Kedokteran dan Farmasi. Sementara
itu, setelah kota Surabaya diduduki kembali oleh Belanda, pada bulan September
1947, pendidikan dokter gigi dibuka kembali dengan nama Tandheelkundig
Instituut. Pada tanggal 15 Januari 1948, Tandheelkundig Instituut berubah
nama lagi menjadi Universitair Tandheelkundig Instituut, sebagai bagian
dari Fakultas Kedokteran di Surabaya. Lamanya pendidikan adalah 4 tahun dan
yang dapat diterima sebagai mahasiswa adalah lulusan sederajat dengan SMA
bagian B.
Dalam bulan Desember tahun 1949, pemerintahan
diserahkan kembali kepada Republik Indonesia. Pendidikan Kedokteran Gigi di
Surabaya kemudian berubah lagi menjadi Lembaga Kedokteran Gigi, dengan lama
pendidikan 4 tahun.
d. Zaman
Pemerintahan R.I. (tahun 1950 - sekarang)
Pada tanggal 10 November 1954 Universitas Airlangga
diresmikan oleh Presiden Ir Soekarno. Tahun 1958, Lembaga Ilmu Kedokteran Gigi
digabungkan dalam Universitas Airlangga, dan kemudian namanya berubah lagi
menjadi Fakultas Kedokteran Gigi. Lamanya pendidikan 5 tahun dan yang diterima
sebagai mahasiswa adalah lulusan SMA bagian B.
Waktu itu hanya ada 2 fakultas kedokteran gigi, yaitu
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada, dan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga. Pada tanggal 1 September 1959, Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjajaran didirikan dan dalam waktu 5 ½ tahun dapat meluluskan 6
orang dokter gigi yang pertama. Pendirian Fakultas Kedokteran gigi Universitas
Padjadjaran, telah membuka jalan berdirinya fakultas-fakultas Kedokteran Gigi
lainnya seperti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia tanggal 21
Desember 1961 yang dipimpn oleh dekan seorang Dokter Gigi
Sampai awal tahun 2012 sesuai data dari
Asossia Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI) telah berdiri 31 Fakultas
Kedokteran Gigi dan/atau Program Studi Kedokteran Gigi di Indonesia.
Daftar Pustaka
- Naskah Akademik RUU Tentang Pendidikan Kedokteran Gigi Indonesia, HPEQ-DIKTI-AFDOKGI. 2011